Breaking News
Loading...
2012-12-18

Ekpedisi Uud Danum Hasilkan Sejumlah Rekomendasi



Masyarakat Suku Dayak Uud Danum merupakan penduduk asli yang mendiami perhuluan Sungai Ambalau yang memiliki beranekaragam hayati, dan keanekaragaman budaya yang bernilai tinggi. Foto ABROORZA AHMAD YUSRA/Ekspedisi Uud Danum 2012

PONTIANAK.BCC— Sejumlah peneliti telah menyelesaikan ekspedisi untuk mengekplorasi Suku Dayak Uud Danum yang dilaksanakan selama 15 hari pada akhir November hingga awal Desember. Para peneliti yang dipimpin Profesor Syamsuni Arman, peneliti antropologi, menelusuri berbagai sisi kehidupan suku dayak Uud Danum di sejumlah desa di Kabupaten Sintang seperti Desa Sakai, Sabon, Dusun Mentomoi dan Desa Menantak. Para peneliti berasal dari berbagai latar belakang, mulai dari peneliti antropologi, primata, sastra lisan, pariwisata, sosial ekonomi, hingga burung.
Salah seorang peneliti Yudiati Puspitasari Vivin menjelaskan ekspedisi ini bertujuan mengidentifikasi dan mendeskripsikan secara langsung potensi-potensi di lokasi penelitian dan mengumpulkan data dan informasi tentang nilai-nilai budaya masyarakat suku Dayak Uud Danum.
Ekspedisi ini menghasilkan sejumlah rekomendasi disampaikan dalam seminar Mengungkap Peradaban Suku Dayak Uud Danum Melalui Situs dan Budayanya di Hotel Merpati, Pontianak, Senin (17/12). “Pertama mendesak Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat dan Pemerintah Kabupaten Sintang agar menetapkan kawasan cagar budaya di wilayah yang selama ini dijadikan sakral bagi Suku Dayak Uud Danum, sehingga dijamin tidak tergerus oleh berbagai kegiatan pembangunan ekonomi, termasuk investasi berskala besar,” kata Dismas Aju yang membacakan rekomendasi. 
 “Untuk itu, kebijakan pembangunan ekonomi wilayah yang akan dikembangkan harus memperhatikan dan mempertimbangkan aspek keragaman budaya masyarakat yang ada, termasuk Suku Dayak Uud Danum, serta pelestarian kekayaan keragaman hayati yang ada,” lanjut Aju.
Dalam rekomendasi ini disebutkan, penetapan kawasan cagar budaya harus diperkuat peraturan daerah (Perda) atau ketentuan pemerintah yang lebih tinggi. Kawasan mutlak yang ditetapkan menjadi cagar budaya adalah pehuluan Sungai Sakai dan Nohkan Lonanyan di Pehuluan Sungai Jengonoi,  karena selama ini dikenal sebagai situs pemukiman dan situs pemujaan bagi masyarakat Suku Dayak Uud Danum.
Rekomendasi juga menyebutkan permintaah kepada pemerintah daerah untuk memfasilitasi penelitian lebih lanjut terhadap situs peninggalan Suku Dayak Uud Danum di puncak Puruk Mokorajak di Desa Romukhoi, Kecamatan Serabai, serta indikasi keberadaan suku terasing di sejumlah tempat di areal Puruk Mokorajak.
Para peneliti juga mengusulkan pergantian nama Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (TNBBBR), diusulkan diubah sesuai dengan penamaan di dalam Bahasa Dayak Uud Danum, yakni menjadi Taman Nasional Puruk Mokorajak dan Puruk Bahkah. Beberapa nama tempat juga diusulkan diganti seperti Kecamatan Ambalau diusulkan diubah namanya menjadi Kecamatan Momaluh, Air Terjun Nohkan Nayan diusulkan diubah namanya menjadi Nohkan Lonanyan. Nanga Serawai diusulkan diubah namanya menjadi Olung Sorabai. Olung artinya muara, sedangkan Sorabai, sebutan yang benar menurut Bahasa Dayak Uud Danum.
“Terkait adanya indikasi perburuan dan perdagangan paruh burung enggang yang sangat disakralkan masyarakat Suku Dayak Uud Danum, kami mendesak kepada aparat penegak hukum untuk melakukan tindakan tegas terhadap semua pelaku kejahatan lingkungan ini, baik yang dilakukan secara sendiri maupun yang dilakukan oleh jaringan sindikat yang sangat terorganisir,” kata Aju. (her)

0 komentar :

Post a Comment

Back To Top