Deklarasi Gapoktan Semangai: Wujud Optimisme Petani Karet di Kapuas Hulu
Penandatanganan Deklarasi Semangai. - Doc : LPSAIR |
KAPUAS HULU – Sejumlah petani karet di Desa
Tanjung, Kecamatan Mentebah, Kabupaten Kapuas Hulu mendeklarasikan secara resmi
berdirinya Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) pada September lalu (27/9) dengan
nama Gapoktan Semangai. Disaksikan oleh sejumlah aparat desa, ketua dan tokoh
adat setempat, kepala dusun (3 dusun) dan sekitar 35 orang perwakilan dari 3
kelompok tani karet se-Desa Tanjung, serta perwakilan dari WWF-Indonesia Program
Kalimantan Barat.
Gerakan
para petani karet ini didasari oleh adanya kesadaran bahwa mutu bahan olah
karet rakyat (bokar) sangat menentukan daya saing karet alam Indonesia. Kepala
Desa Tanjung, P. Dingo, mengatakan dengan mutu bokar yang baik akan terjamin
permintaan pasar jangka panjang.
“Maka
dari itu lah, upaya perbaikan mutu bokar harus dimulai dari penanganan di
kebun, pengangkutan, sampai di tahap penyimpanan dan pengolahan akhir,” ungkapnya.
Dikatakan
pula oleh pendamping petani dari WWF-Indonesia Program Muller Scwhaner, Uray M.
Hasbi, bahwa 2 tahun lalu saat pertama
kali datang ke Desa Tanjung, ditemukan fakta bahwa sistem pemasaran karet
rakyat umumnya belum terorganisasi dengan baik dan kurang efisien. Hal itu
disebabkan karena lokasi kebun karet rakyat yang tersebar dalam luasan yang
sempit, rantai pemasaran yang panjang, dan mutu bokar yang rendah serta
beragam.
“Data
awal kita mengatakan bahwa umumnya bokar atau kulat yang dihasikan masyarakat Desa
Tanjung masih didasarkan atas berat basah, sehingga bokar yang diperdagangkan
hanya berkadar 40 – 50 %, selebihnya adalah air dan kotoran. Kondisi ini akan
menyebabkan biaya angkut yang tinggi dan ada resiko susut yang harus ditanggung
oleh pengumpul, dan pada akhirnya berpengaruh terhadap harga yang diterima
petani. Artinya, dengan semakin besarnya biaya dan jasa pemasarannya, maka
harga yang diterima petani semakin rendah,” papar Hasbi.
WWF-Indonesa
mencoba membangun kesadaran dan kapasitas petani di Desa Tanjung melalui
pengembangan dan penguatan 3 kelompok tani.
“Para
petani didorong untuk melakukan sekolah lapang karet sejak pertengahan tahun
2012, kemudian ditindaklanjuti dengan pengembangan pusat belajar pembibitan
karet unggul, dan pada bulan Agustus 2013 lalu dilakukan Studi Potensi Produksi
Karet Se-Desa Tanjung, dan terakhir di bulan September tahun ini juga dilakukan
pelatihan tentang bagaimana petani dapat membuat standar sendiri tentang karet
bersih kelas satu yang sesuai permintaan pasar dan aturan yang ada,” jelas Hasbi
lagi.
Gapoktan Semangai sendiri lahir dengan
tujuan sebagai penyedia (produsen) karet bersih menurut standar, menjadi mitra
para pihak (pemerintah, perusahaan, LSM, pemerintah desa dan perorangan) dalam
mewujudkan Gerakan Nasional Bokar Bersih (GNBB) yang diberlakukan oleh
Kementerian Pertanian sejak tahun 2009, dan menjadi lembaga pemasaran bersama
karet bersih yang berasal dari Desa Tanjung dan sekitarnya.
Ketua
Gapoktan Semangai, P. Sabang, mengatakan bahwa salah satu cita-cita Gapoktan
Semangai adalah menjadikan Gapoktan ini sebagai lembaga pemasaran melalui
fungsi pemasaran bokar bersih.
”Cita-cita
kelompok ini adalah petani bisa mempunyai akses langsung ke pihak pabrik
pengolahan karet, terhadap produksi karet/kulat bersih melalui skema pemasaran
bersama,” jelasnya.
Para
petani karet bertekad akan melakukan pengumpulan, penyimpanan, pengangkutan dan
pengolahan karet bersih dengan cara membuat standarisasi di lingkup internal
petani yang mengacu pada Permentan Nomor 38 tahun 2008 tentang Pedoman
Pengolahan dan Pemasaran Bahan Olah Karet (Bokar); dan Permendag Nomor 53 tahun
2009 tentang Pengawasan Mutu Baha Olah Komoditi Ekspor Standard Indonesia Rubber (SIR) yang Diperdagangkan.
Melihat
tingginya semangat masyarakat Desa Tanjung ini, ketua adat setempat, Nyalong,
secara khusus menggelar tradisi melantunkan syair lama (manimang) di akhir kegiatan sebagai tanda syukur dan ucapan terima
kasih kepada semua yang terlibat dalam kegiatan ini. Ia manimang sekitar 10 menit, dan ketika ditanya apa isi dari lantunan
syair tersebut ia mengatakan bahwa ia merasa terharu karena setelah usianya
menginjak 50 tahun baru mendapat bimbingan pengetahuan tentang budidaya karet
(unggul dan lokal).
”Saya
terharu, setelah mengenal tanaman karet sejak kecil, baru sekaranglah saya
dapat bimbingan bagaimana cara membuat (red. budidaya), memelihara dan memanen karet
dengan baik,” kata Nyalong berkaca-kaca.
Ia pun
menghimbau kepada Bupati Kapuas Hulu untuk mendukung program budidaya karet
rakyat yang sedang berjalan ini.(releases)
0 komentar :
Post a Comment