Peladang Tradisional Bukan Perusak Hutan
PONTIANAK.BCC-- Bicara soal peladang tradisional masyarakat luar cenderung menilainya negatif. Terutama pada peladang berpindah yang kadang membersihkan ladang dengan cara membakar. “Di mata orang luar dan kadang di pemerintah, image itu setidaknya dua hal, perusak hutan dan penyebab kabut asap. Dua hal itu yang selama ini kemudian menjadi benak negatif di mata orang luar,” ujar Aktivis Walhi Kalbar Hendrikus Adam.
Ketika dua hal itu muncul maka asumsinya cenderung negatif. Padahal mestinya masyarakat luar tidak cukup hanya melihat dua sisi tersebut untuk memahami secara utuh terkait dengan peladang dan aktivitas berladang di komunitas masyarakat yang selama ini masih mengandalkan wilayah kelola mereka untuk membuka lahan pertanian dan berladang.
“Intinya untuk menilainya mestinya harus dilihat dalam konteks yang utuh. Bagaimana proses perladangan itu dilakukan berikut kearifan-kearifan yang menyertainya dan memang ada di masyarakat itu sendiri,” jelas Adam.
Salah satunya misalnya yang namanya kegiatan berladang, sebelum melakukan perladangan mereka melakukan pertemuan kampung. Rapat kampung. Pertemuan warga sekampung untuk membicarakan masa perladangan untuk menentukan jadwal, survei lokasi dan ritual pra perladangan.
Kegiatan berladang ini melibatkan masyarakat yang banyak. “Dan untuk menentukan kawasan perladangan juga bukan semau mereka tetapi juga berdasarkan petunjuk alam. Mereka juga tidak semau mereka tetapi semampu mereka.” Artinya mereka tidak mengolah ladang dengan keserakahan karena yang mereka lakukan sejauh untuk memenuhi kebutuhan mereka. Jadi tidak ada unsur memperkaya diri dengan mengekploitasi alam tanpa batas.
”Ketika mampunya membuka lahan 10 X 10 meter ya itulah yang dibuka. Tidak banyak-banyak. Dan rangkaian kegiatan perladangan mereka itu dibalut dengan misalnya adat kebiasaan mereka yang sesuai dengan sisi adat mereka. Hal lain misalnya, mereka tidak sembarangan dalam hal membuka lahan. Dan kalau kemudian lahan itu harus dibersihkan dengan cara membakar itu mereka juga harus hati-hati,” jelas Adam.
Di sisi lain tidak pernah ada pembinaan negara terkait peladang. ”Tidak ada itu. Kayak aktivitas perladangan. Jadi yang muncul, aktivitas perladangan itu tidak baik.”
Padahal kalau kita telusuri lebih dalam ada kearifan di situ yang mestinya diberi apresiasi dan diberi kontek lebih dalam. Kecenderungan saat ini kan potensi areal perladangan masyarakat sudah semakin hilang. Menyempit untuk berbagai kepentingan, salah satunya kepentingan untuk perluasan perkebunan. Skala besar.
”Darimana logikanya kemudian, jika asumsi perladangan itu perusak hutan, biasanya mereka melakukan penanaman hutan. Jika ditinggalkan dan tidak ditanami suatu ketika mereka akan menanami kembali.” (hry)
Diposting : Heri
Copyright © LPSAIR 2012
0 komentar :
Post a Comment