Breaking News
Loading...
2013-01-30

Walhi Kalimantan Barat Mengutuk Aksi kekerasan Polisi



Logo Walhi (Foto: Istimewa)

Perjuangan masyarakat petani di Indonesia untuk melindungi dan mempertahankan tanah dan wilayah kelola mereka dari perampasan dan penggunaan lainnya adalah perjuangan yang sangat fundamental, yaitu perjuangan untuk bertahan hidup dan mengembangkan kehidupan di muka bumi ini.

Demikian hal itu diungkapkan  Direktur Eksekutif Daerah Kalimantan Barat, Anton P Widjaya.  Menurut Anton,  disisi lain, tanah dan wilayah kelola masyarakat ini dirampas dan dikonversi untuk mengembangkan modal dan kekayaan untuk mendapatkan nilai baru (kekayaan baru) di atas kekayaan lama.
“Dalam logika ini dan jaminan Undang-Undang; hak rakyat atas tanah dan sumber daya alam dilindungi UUD 1945, khususnya Pasal 33, harusnya atas nama keadilan & kepastian hidup, aparat penegak hukum berpihak kepada petani. Mereka harusnya melindungi hak-hak petani dan menjewer para perampas tanah rakyat,”ujar Anton, melalui siaran persnya di Pontianak, Rabu 30 Januari 2013.

Anton mengatakan, realitas di negeri ini berbeda. Para penegak hukum justru lebih berpihak kepada pemilik modal. Dimana-mana konflik perebutan lahan atau konflik agraria selalu memposisikan masyarakat petani sebagai korban untuk dikalahkan. Mempertahankan tanah-tanah mereka dianggap salah, sehingga layak dipukul, ditangkap, dikriminalisasi bahkan tidak sedikit yang harus dimatikan, agar perjuangan mempertahankan tanah leluhur mereka tersebut menjadi lemah dan mudah diambil alih.

“Rangkaian kasus di PTPN VII Cinta Manis Sumatera Selatan ini dalam kerangka yang sama. Cara-cara kanibal ini, tidak malu masih digunakan oleh aparat kepolisian dalam menangani konflik agraria antara perusahaan dan masyarakat petani. Di tengah perubahan dan komitmen pemerintah RI untuk lebih menghormati HAM dan Masyarakat Adat di Indonesia, penanganan kasus seperti ini adalah aib yang harus dipertanggungjawabkan,”kata Anton.


Anton menjelaskan, untuk di Kalimantan Barat sendiri, konflik agraria juga sudah menjadi persoalan utama pemerintah daerah. Pola penanganan dan penyelesaiannya harus lebih baik. banyak kasus di luar Kalimantan Barat harus menjadi pelajaran pemerintah dan aparat kepolisian.

“Dalam konteks ini, kami mendesak pemerintah, khususnya Kapolda dan jajarannya untuk lebih meningkatkan kapasitas memahami historis kepemilikan tanah di Kalimantan Barat dan konflik-konflik agraria yang terjadi. Kapasitas yang baik akan berkontribusi signifikan dalam mengamankan dan memediasi konflik agraria antara masyarakat petani dengan perusahaan. Setidaknya menjadi lebih objektif dan malu berpihak kepada modal,”katanya.(Amp)

PERNYATAAN SIKAP
ATAS TINDAKAN KEKERASAN DAN PENANGKAPAN AKTIVIS WALHI, SHI DAN PETANI DALAM AKSI BERSAMA DI MAPOLDA SUMATERA SELATAN
Nomor: 001/Walhi Kalimantan Barat/PR01/2013
Pada hari Selasa, tanggal 29 Januari 2013 telah terjadi tindakan kekerasan dan penangkapan yang dilakukan oleh aparat Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) kepada para petani dari Serikat Petani Sriwijaya dan sejumlah aktivis yang sedang melakukan aksi di Mapolda Sumatera Selatan. Setidaknya ada 26 orang yang terdiri dari petani dan aktivis, termasuk Saudara Anwar Sadat (Direktur Eksekutif Daerah Walhi Sumatera Selatan) ditangkap dan mengalami luka di kepala akibat penganiayaan dari aparat kepolisian.
Tindakan aparat kepolisian yang melakukan pemukulan dan penangkapan terhadap petani dan aktivis dalam aksi solidaritas petani merupakan tindakan kekerasan yang tidak sesuai dengan prinsip penanganan aksi massa.
Atas tindakan represif aparat kepolisian Sumatera Selatan khususnya dan seluruh aparat kepolisian di seluruh Indonesia dalam menangani konflik agraria, maka  Walhi Kalimantan Barat menyatakan sikap, sebagai berikut:
1.      Mendukung penuh perjuangan petani Ogan Ilir dan seluruh petani di Indonesia dalam melindungi dan mempertahankan lingkungan hidup, hak atas tanah, serta sumber-sumber kehidupannya. Hak rakyat atas tanah dan sumberdaya alam dilindungi UUD 1945, khususnya Pasal 33.
2.      Presiden RI harus segera melakukan evaluasi dan mencabut izin-izin pemanfaatan lahan yang berkonflik dan berpotensi konflik serta merugikan masyarakat petani di Indonesia.
3.      Mendesak Kapolri untuk membebaskan seluruh petani dan aktivis yang ditahan di Mapolda Sumatera Selatan tanpa syarat, serta meminta pertanggungjawaban Kapolda Sumatera Selatan dan Kapolres Ogan Ilir atas tindakan kriminal mereka dalam penanganan konflik agraria di Sumatera Selatan.
4.      Mendesak KOMNAS HAM, KOMPOLNAS dan LPSK untuk melakukan investigasi cepat dan segera mengeluarkan rekomendasi atas hasil investigasi kasus ini.
5.      Mendesak Kapolda Kalimantan Barat untuk meningkatkan kapasitas seluruh anggotanya dalam memahami dan menangani konflik agraria di Kalimantan Barat.
Pontianak, Rabu 30 Januari 2013
WALHI KALIMANTAN BARAT   

Ttd
Ttd

ANTON P WIDJAYA
Direktur Eksekutif Daerah
SULISTIONO, SH
Ketua Dewan Daerah

ANGGOTA KALIMANTAN BARAT   
1. Institut Dayakologi - Pontianak
2. Lembaga Gemawan - Pontianak
3. Yayasan Pancur Kasih - Pontianak
4. Lembaga Bela Banua Talino - Pontianak
5. Perkumpulan Elpagar - Pontianak
6. Yayasan Lembah - Bengkayang
7. Cassia Lestari - Pontianak
8. PPSHK Pancur Kasih - Pontianak
9. PPSDAK Pancur Kasih - Pontianak
10. Komite HAM  - Pontianak
11. Riak Bumi - Pontianak
12. Lembaga Tapakng Olupm Macatn Sangi – Sanggau
13. 37 orang anggota individu

(Amp)

Diposting : DemanCopyright © LPSAIR 2012 

0 komentar :

Post a Comment

Back To Top