Kebijakan HTI Picu Konflik
Kebijakan HTI Picu Konflik / JPIK
PONTIANAK.
BCC. Pengembangan Hutan Tanaman Industri (HTI) dibeberapa wilayah Kalimantan
Barat berdampak positif juga banyak negativenya. Beberapa kasus merupakan early
warning (peringatan dini) bagi pemerintah daerah. Kebijakan HTI selain menjadi
ancaman kehilangan hutan alam atau deforestasi dan memicu konflik dengan
masyarakat yang bertempat tinggal daerah pencadangan HTI. Alasannya, luasan
pengembangan HTI banyak bersinggungan dengan perkampungan warga.
“Berdasarkan
Surat Keputusan Menteri Kehutanan (SK Menhut) nomor 3803/Menhut-VI-BRPUK/2012,
menerangkan pencadangan HTI di Kalbar mencapai 827.614 hektar. ketika dilihat
dari peta persebaran kampung di Kalbar itu, banyak bersinggungan, bahkan berada
di dalam kawasan yang dicadangkan untuk pengembangan HTI,” ungkap Ian Hilman,
staf WWF Kalbar di diskusi terbatas masalah HTI di lembaga Titian Pontianak,
Minggu (24/2).
Direktur
Lembaga Lingkaran Advokasi dan Riset (Link-AR) Borneo, Asmungin memaparkan
kalau dilihat dari keadaan saat ini, banyak konflik melibatkan masyarakat yang
ada di lokasi HTI. Contohnya desa Nanga Sejirak kabupaten Sintang di tahun
2010, dengan kasus tuntutan masyarakat terhadap PT ATP di desa Labai kecamatan
Simpang Hulu kabupaten Ketapang akhir tahun 2012, terkait kontribusi perusahaan
bagi masyarakat.
“Potensi
konflik juga akan terjadi di wilayah-wilayah yang sudah beroperasi maupun
lokasi pencadangan HTI. Karena di lokasi tersebut terdapat beberapa titik desa.
Tercatat lahan dicadangkan di dalam konsesi HTI PT FI, berada di
sebelas desa di kecamatan Balai Sebut. Kemudian di kecamatan Bonti, Kembayan
(kabupaten Sanggau), bahkan sampai ke kabupaten Sintang. Kemudian yang
definitif atau yang sudah eksis, terdapat 24 desa di lokasi HTI PT itu,“
tuturnya.
Asmungin
menjelaskan selama ini ketergantungan masyarakat terhadap hutan sangat tinggi,
baik untuk pemenuhan kebutuhan pangan, sumber ekonomi, eksistensi kebudayaan, identitas,
dan lain-lain. Maka kebijakan HTI seharus selaras
dengan kepentingan Negara dan masyarakat, Bukankah Bumi, air dan tanah di
pergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat bukan
sebaliknya menjadi penghancur kehidupan itu sendiri.
Direktur
Titian, Sulhani menambahkan HTI di Kalbar berdasarkan datanya Balai Pemantauan
Pemanfaatan Hutan Produksi (BP2HP) Wilayah X Pontianak, seluas 2.429.807
hektar. Luasan ini di luar pencadangan HTI yang mencapai 827.614 hektar.
“Kedepannya
HTI jadi ancaman hilangnya hutan alam di Kalbar. Mengingat di dalam izin HTI
tersebut masih terdapat hutan alam dan habitat satwa liar dilindungi,“
tegasnya.
Sulhani
mengimbau ke pemerintah daerah di Kalbar untuk tidak mudah dan berhati-hati
dalam memberikan rekomendasi izin HTI.
Mengingat peran pemerintah daerah memiliki wewenang untuk itu.
“Di
rencana strategis (Renstra) Kementerian Kehutanan RI target pembangunan HTI
mencapai 9 juta hektar. Kondisi factual di tahun 2011 saja, luasan HTI di
Indonesia sudah mencapai 10 juta hektar. Data ini, diharapkan Kemenhut sudah
tidak perlu memberikan izin HTI lagi. Demi pengelolaan hutan yang legal dan
lestari. Maaf-maaf saja, banyak kasus HTI itu legal tapi tidak lestari,“
kupasnya.
Diposting : Firanda
Copyright © LPSAIR 2012
0 komentar :
Post a Comment