Quo Vadis REDD++ Pada Masyarakat Adat
Ilustasi Redd+. Herr
Pontianak. BCC. Masyarakat
adat memiliki pola atau sistem dalam pengelolaan dan melindungi hutan
yang ada disekitar mereka yang sudah dikenal dan dipertarahankan dari
sejak nenek moyang mereka secera turun temurun hingga sekarang.
Umumnya masyarakat adat masih memiliki, mentaati dan mempertahankan kebiasaan, budaya dan hukum adat mereka sendiri dan juga memiliki pola atau sistem pengelolaan dan perlindungan hutan masyarakat adat yang sudah di dilakukan sejak dari nenek moyang mereka sampai saat ini secara turu menurun yaitu yang disebut kearifan lokal.
Rencana masukan REDD ,yang merupakan salah satu dari sekian cara atau mekanisme upaya mengurangi laju perubahan iklim akan berdampak pada posisi masyarakat adat,hal ini terungkap dalam focus group discuss(26/3) yang dilaksanakan S3 Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura.
Happy Hendrawan mengatakan,”REDD hanyalah salah satu dari sekian cara atau mekanisme dalam upaya mengurangi laju perubahan iklim. Masalahnya REDD kemudian difahami sebagai mekanisme yang hanya melingkupi area industry atau perusahaan yang dalam aktivitas produksinya mengakibatkan emisi. Sehingga kemudian pedebatannya,jika mekanisme ini berjalan dimana posisi masyarakat dan khususnya untuk konteks indonesia dan Negara berkembang masyarakat adat berada.
Heppy menambahkan,proses penerapan REDD+ menitik beratkan pada keterlibatan para pemangku kepentingan,sura dari masyarakat,penduduk asli dan komunitas tradisional harus dijadikan pertimbangan untuk memastikan hak mereka yang tinggal didalam dan sekitar hutan akan terjamin.
Jonh Bamba dari Institud Dayakologi mengatakan,”selama ini pemerintah tidak serius
memperhatikan masyarakat adat,makin hari posisi masyarkat dalam posisi yang lemah. Wilayah masyarakat bayak dialih fungsikan menjadikan kawasan lainya,”.
Masyarakat yang hidup disekitar hutan pada umunya menggantungkan kehidupanya pada hutan,Selain itu masyarakat adat tersebut mempunyai komnsep sistem hukumnya sendiri dalam memandang lingkungan dan sumberdaya alam(hutan) ,seperti tidak boleh menebang pohon sembarangan,wajib menanam pohon kembali dan sebagainya.
Aswadi Mahasiswa Doktoral Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura mengatakan,”pada hukum nasional kita ada menyebutkan mengenai masyarakat adat, seperti yang disebut dalam beberapa undang-undang antara lain : UU kehutanan, UU agraria, Undang pertambangan, UU perikanan,”.
Dia menambahkan,sebenarnya terdapat perbedaan pandangan antara masyarakat adat dengan pandangan negara. Oleh karena pada umunya masyarakat adat tersebut memiliki sistem hukum atau aturan-aturan hukum adat mereka sendiri termasuk juga hal pengelolaan perlindungan hutan yang sudah dilakukan,ditaati dari sejak nenek moyang mereka secara turun-temurun hingga sekarang yang disebut kearifan local.
“Bagi masyarakat adat sudah tidak diragukan lagi mengenai perlindungan hutan,oleh karena perlindungan hutan sudah biasa dilakukan sehari-harinya sesuai dengan pola atau sistem pengelolaan hutan masyarakat adat yang sudah di kenal ditaati dan dipertahankan hingga sekarang turuan-temurun,”Jelas Aswandi.
Aswandi menyarankan,hendaknya adanya pengakuan secara penuh atau tidak lagi secara bersyarat mengenai kedudukan hukum masyarakat adat selama tidak bertentangan dengan pancasila,dan dihidari kebijakan-kebijakan dari penguasa dinegeri ini yang dapat melemahkan kedudukan hukum masayarakat adat terutama dalam hal perlindungan hutan masyarakat adat
Umumnya masyarakat adat masih memiliki, mentaati dan mempertahankan kebiasaan, budaya dan hukum adat mereka sendiri dan juga memiliki pola atau sistem pengelolaan dan perlindungan hutan masyarakat adat yang sudah di dilakukan sejak dari nenek moyang mereka sampai saat ini secara turu menurun yaitu yang disebut kearifan lokal.
Rencana masukan REDD ,yang merupakan salah satu dari sekian cara atau mekanisme upaya mengurangi laju perubahan iklim akan berdampak pada posisi masyarakat adat,hal ini terungkap dalam focus group discuss(26/3) yang dilaksanakan S3 Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura.
Happy Hendrawan mengatakan,”REDD hanyalah salah satu dari sekian cara atau mekanisme dalam upaya mengurangi laju perubahan iklim. Masalahnya REDD kemudian difahami sebagai mekanisme yang hanya melingkupi area industry atau perusahaan yang dalam aktivitas produksinya mengakibatkan emisi. Sehingga kemudian pedebatannya,jika mekanisme ini berjalan dimana posisi masyarakat dan khususnya untuk konteks indonesia dan Negara berkembang masyarakat adat berada.
Heppy menambahkan,proses penerapan REDD+ menitik beratkan pada keterlibatan para pemangku kepentingan,sura dari masyarakat,penduduk asli dan komunitas tradisional harus dijadikan pertimbangan untuk memastikan hak mereka yang tinggal didalam dan sekitar hutan akan terjamin.
Jonh Bamba dari Institud Dayakologi mengatakan,”selama ini pemerintah tidak serius
memperhatikan masyarakat adat,makin hari posisi masyarkat dalam posisi yang lemah. Wilayah masyarakat bayak dialih fungsikan menjadikan kawasan lainya,”.
Masyarakat yang hidup disekitar hutan pada umunya menggantungkan kehidupanya pada hutan,Selain itu masyarakat adat tersebut mempunyai komnsep sistem hukumnya sendiri dalam memandang lingkungan dan sumberdaya alam(hutan) ,seperti tidak boleh menebang pohon sembarangan,wajib menanam pohon kembali dan sebagainya.
Aswadi Mahasiswa Doktoral Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura mengatakan,”pada hukum nasional kita ada menyebutkan mengenai masyarakat adat, seperti yang disebut dalam beberapa undang-undang antara lain : UU kehutanan, UU agraria, Undang pertambangan, UU perikanan,”.
Dia menambahkan,sebenarnya terdapat perbedaan pandangan antara masyarakat adat dengan pandangan negara. Oleh karena pada umunya masyarakat adat tersebut memiliki sistem hukum atau aturan-aturan hukum adat mereka sendiri termasuk juga hal pengelolaan perlindungan hutan yang sudah dilakukan,ditaati dari sejak nenek moyang mereka secara turun-temurun hingga sekarang yang disebut kearifan local.
“Bagi masyarakat adat sudah tidak diragukan lagi mengenai perlindungan hutan,oleh karena perlindungan hutan sudah biasa dilakukan sehari-harinya sesuai dengan pola atau sistem pengelolaan hutan masyarakat adat yang sudah di kenal ditaati dan dipertahankan hingga sekarang turuan-temurun,”Jelas Aswandi.
Aswandi menyarankan,hendaknya adanya pengakuan secara penuh atau tidak lagi secara bersyarat mengenai kedudukan hukum masyarakat adat selama tidak bertentangan dengan pancasila,dan dihidari kebijakan-kebijakan dari penguasa dinegeri ini yang dapat melemahkan kedudukan hukum masayarakat adat terutama dalam hal perlindungan hutan masyarakat adat
Diposting : Admin
Copyright © LPSAIR 2012
0 komentar :
Post a Comment