Bekantan 14 Tahun Lagi Akan Punah
Bekantan
atau orang biasa menyebutnya si hidung mancung merupakan salah satu
satwa yang sebaran habitanya terdapat di hutan rawa gambut, tepatnya
mereka mendiami tepi-tepi sungai. Dari tahun ke tahun populasi bekantan
jumlah populasi dan habitatnya semakin menurun bahkan diperkirakan dalam
kurun waktu 14 tahun lagi bekantan akan punah akibat habitat mereka
yang semakin terancam.
Pohon-pohon
di tepi sungai menjadi tempat favorit bekantan saat pagi dan sore tiba.
Bekantan memilih waktu di pagi hari untuk mencari makan dan di sore
hari mereka berkelompok berkumpul dan bercengkrama di tepian sungai
untuk mencari tempat tidur menjelang malam. Saban hari (setiap hari-red)
mereka rutin melakukan aktivitas ini.
Habitat
Terancam menjadi salah satu kekhawatiran bekantan sulit untuk bertahan
hidup. Saat ini, populasi dan habitat (tempat hidup-red) bekantan
semakin terancam. Berbagai aktivitas manusia salah satunya. Laju
kerusakan hutan yang semakin sulit di cegah di wilayah hutan sekitar
sungai hutan rawa gambut untuk perkebunan, pertanian dan pembangunan
menjadi faktor pendorong bekantan sulit bertahan. Pohon-pohon di tepian
sungai yang menjadi tempat nyaman hidup mereka hidup kian terkikis oleh
ulah manusia yang mengambil atau memanfaatkan kayunya sebagai kebutuhan
hidup untuk bahan bangunan dan kayu bakar.
Tidak
hanya itu, menurut Abdurahman Al Qadrie, ketua pengamat burung dan
bekantan dari Kelompok B’syok, mengatakan; secara kasat mata habitat
hidup bekantan yang hidup di hutan rawa gambut semakin hari semakin
terancam. Salah satu bukti nyata keterancaman habitat dan populasi
bekantan dapat terlihat dari sumber ketersediaan pakan atau makanan
mereka berupa daun, buah, pucuk dan bunga dari pohon nyatoh/ ketiau atau
dalam bahasa latinnya Palaquium, spp atau Ganua, spp, kayu malau/Diospiros, spp (daun, buah, pucuk dan bunga), pohon rasau, jenis Pandanus, spp
(umbut dan pucuk) sudah semakin sedikit yang tersisa di hutan rawa
sekitar sungai. Lebih lanjut Doy, akrab disapa mengatakan; melihat
situasi ini, sudah barang tentu dalam kurun waktu 14 tahun lagi bukan
tidak mungkin bekantan atau dalam bahasa latinnya Nasalis larvatus akan punah.
Bekantan
merupakan satwa endemik, populasi dan habitatnya tersebar di beberapa
tempat, di beberapa tempat seperti di Kalimantan/ Pulau Borneo,
Indonesia dan di beberapa tempat lain luar negeri seperti di Brunai dan
Malaysia.
Di
Kalimantan sebaran bekantan atau dalam bahasa Inggris di sebut
Proboscis Monkey, sebaran di Kalimantan Barat, seperti di tepian sungai,
seperti di Taman Nasional Danau Sentarum. Di Ketapang sebaran bekantan
terdapat di wilayah hutan rawa gambut Pematang Gadung, Sungai Putri,
Sungai Pawan dan di tepian sungai Perawas, Matan, Batu Barat di sekitar
tepian sungai Taman Nasional Nasional Gunung Palung.
Bekantan memiliki terdiri dari dua subspecies yakni Nasalis larvatus larvatus, tersebar di Seluruh bagian pulau Kalimantan dan Nasalis larvatus orentalisi terdapat di bagian timur laut dari pulau Kalimantan.
Ciri-ciri
bekantan dan habitat hidup. Bekantan memiliki hidung mancung dan besar
pada jantan, dengan demikian bekantan disebut monyet belanda. Ukuran
bekantan jantan kurang lebih 75 cm, dengan berat badan dapat mencapai 24
kg. Sedangkan Ukuran bekantan betina kurang lebih 60 cm, dengan berat
badan dapat mencapai 12 kg. Bekantan betina memerlukan waktu 5-6 bulan
masa kehamilan dan hanya melahirkan satu ekor anak dalam sekali masa
kehamilan. Setelah melahirkan, anak bekantan akan tinggal bersama
induknya hingga menginjak dewasa (berumur sekitar 4-5 tahun). Di
Habitatnya, bekantan hidup berkelompok dan masing-masing kelompok
dipimpin oleh seekor bekantan jantan. Biasanya dalam setiap kelompoknya
berjumlah 10-25 ekor, mereka tinggal di tepian sungai.
Sejak
tahun 2000, badan konservasi memasukan bekantan sebagai satwa
dilindungi dan memasukan dalam status Endangered (terancam punah),
Bekantan juga masuk dalam daftar CITES sebagai Apendix I (tidak boleh di
perjualbelikan/diperdagangkan baik nasional maupun international).
Menurut data tahun 2008, diperkirakan tinggal tersisa sekitar 25000 ekor
atau dapat dikatakan jumlahnya semakin menurun drastis dari tahun ke
tahun sejak tahun 1987 yang jumlahnya mencapai 260.000 ekor.
Mudah-mudahan populasi dan habitat bekantan masih bisa bertahan, dengan
kepedulian dan kesadaran semua secara bersama pula. Semoga saja…
By : Petrus Kanisius “Pit”- Yayasan Palung
0 komentar :
Post a Comment