Hutan Adat Pengajit Penghasil Mentega Hijau
Damianus Nadu,penggagas kawasan Hutan Adat Pangajid,Desa Sahan,Kabupaten Bengkawang,sedang memenggang buah tengkawang Layar. - Doc : LPSAIR |
Buah tengkawang yang berguguran, belum dipanen penduduk sekitar kawasan hutan adat mendominasi kecambah-kecampah tumbuh dalam kawasan hutan.
Sambil mengamati buah-buah tengkawang yang menguntai di atas pohon,kami harus berhati-hati berjalan dalam kawasan,jangan sampai buah-buah yang mulai berkecambah sebagai cikal bakal pohon menjadi mati karena terinjak.
Suara binatang hutan saling bersautan terutama suara berbagai jenis burung. Pohon Tengkawang,Rengas,Bintanggor,Meranti,Kayu Belian berukuran besar,berbagai jenis angrek dan tanaman obat-obatan seperti pasak bumi dan lain-lain berdiri kokoh tanpa ada yang berani menebangngnya,pohon tengkawan diperkirakan diameternya ditempat tersebut berukur 1 meter menjulang tinggi sekitar 40 meter , buah-buahnya berguguran,bertamburan tanpa dipungkut oleh warga sekitar.
Menurut Damianus Nadu penggagas kawasan Hutan Adat Pengajit,dulunya ini bukan kawasan hutan adat, kawasan hutan ini biasa ditebang oleh warga,cuman saya dipesan oleh Nenek dan Paman saya supaya disini ada kawasan hutan adat,maka kami dengan dibantu beberapa orang kampung mempertahankan kawasan hutan ini dan menjadi kawasan hutan adat.
“Banyak tantangan yang dihadap Nadu,ketika mempertahankan kawasan ini menjadi kawasan hutan adat. Banyak perusahaan yang merayu dan memaksa kami untuk di eplotasi kayunya,ataupun menjadi lahan perkebunan,”jelas Nadu.
Nadu mengatakan,kami sempat ikut pertemuan dalam ruangan tersebut ada Kapolsek,Koramil,Kepala Desa,dan pihak perusahaan,pada saat itu saya langsung buka baju dan pukul meja,tanda tidak setuju kawasan itu diekpoltasi.
“Kami tidak setuju kawasan hutan adat Pangajit mau diekplotasi,ini titipan nenek moyang kami dan untuk diwariskan pada anak cucu kami,bukan untuk perusahaan,sampai titik darah terakhir kami harus mempertahankanya,”Nadu menceritakan pengalam pertemuan dengan pihak perusahaan,Polsek,Koramil,Camat,Investor dan Aparat Desa.
Bahkan masyarakat sekitar sempat menembak dengan senjata lantak, alat-alat berat milik perusahaan yang mencoba mengeplotasi kawasan tersebut.
“Hingga pemerintah kabupaten mengeluarkan SK 131 tahun 2002, menjadi kawasan hutan adat Pengajit dengan luas 100 hektar, pada tanggal 17 Septeber 2002 dan dikukuhkan 15 oktober 2002,”kata Nadu.
Dulu kawasan hutan adat tersebut luasnya 200 hektar,karena ada kawasan milik masyarakat maka kawasan tersebut berkurang menjadi 100 hektar.
Untuk memperjelas batas antara kawasan adat dan kawasan masyarakat,masyarakat sekitar membuat patok-patok yang terbuat dari semen dan kayu belian,dan satu patoknya terdapat tanda tangan Bupati Bengkayang tahun 2002 Yakobus Luna.
Menurut Ateh kepala Dusun Melayang,tanah warga yang dulunya masuk kawasan hutan adat tetap dijadikan kawasan hutan warga sekitar tidak boleh berladang kawasan tersebut,tetapi hanya dibolehkan melakukan kegiatan menoreh karet,buah-buahan,tanaman oba-obatan dan kayu untuk kepentingan pembuatan rumah sendiri ,bukan untuk diperjual belikan.
“Masyarakat mendukung kebijakan kampung tersebut,”kata Ateh.
Cornelius Tanduk mengatakan,Kepala Desa Sahan luas wilayah 122,5 km persegi,jumlah penduduk 4593 Jiwa, terdiri dari enam dusun,Hutan adat ini berada Dusun Melayang Desa Sahan Kecamatan Seluas, potensinya sangat beragam,penduduknya beragam,potensi terbesar adalah lada,jagung,karet,sayur- mayur dan buah-buah tengkawang, dilingkungan hutan adat ini punya potensi yang sangat berguna bagi keberlangsung bagi manusia baik sebagai kawasan konservasi maupun sebagai kawasan wisata.
Di keliling hutan adat ini ada enam air terjun yang air tejunya berasal dari kawasan hutan adat ini,sangat potesi untuk dikembang,sebagai obyek wisata.
“Turis dari manca negara sering datang kesini,terutama dari Malaysia,cuman sangat kurang dari dukungan pemerintah,pada waktu diresmikan kawasan hutan ini dijanjikan akan ditingkatkan jalanya,setelah dikukukan oleh pemerintah setelah diberi SK pemerintah tidak ada membantu,”kata Tanduk.
Sebagai Kepala Desa,kami telah membentuk kelompok Masyarakat Peduli Hutan Adat,kelompok masyarakat ini lah yang melindungi kawasan ini,pohon-pohon yang boleh diambil adalah pohon yang sudah roboh,inipun untuk kepentingan gereja,sekolah,ataupun untuk membangun rumah orang kampung,intinya tidak boleh diperjualkan,mereka berpatroli setiap minggunya.
................................................
Nadu menceritakan, walaupun pohonya tidak ditebang,tetapi warga masih bisa memamfaatkanya secara ekonomi,masyarakat bisa memamfaatkan buah tengkawang yang sudah berjatuhan dalam kawasan hutan adat, seluruh masyarakat disekitar kawasan hutan adat boleh memanenya.
“Disini terdapat banyak jenis tengkawang,seperti tengkawang tungkul,tengkawang layar,tengkawang pangapeg, terindak,tengkawang layar banyak airnya. Tengkawang tumbuh secara alami,”terang Nadu.
Buah tengkawang disini umunya dibuat mentega dan minyak yang dibuat secara tradisional oleh warga,sebagian buah dan menteganya dijual ke Malaysia,karana kawasan ini dekat berbatasan dengan Malaysia.
Nadu menceritakan, panenya pohon tengkawang dikawasan ini setiap tahun ,buah tengkawang disini dijual buahnya dan dibuat minyak atau mentega,kalau musim seperti ini belum ada masyarakat yang mengambil,karena masyarakat masik sibuk natalan dan menyambut tahun baru.
“Cara memanen kawasan hutan adat ini diambil buahnya yang sudah gugur,semua warga bebas memanenyadipanen,buah yang dipanen yang sudah jatuh kebawah,warga dilarang memanjat untuk memanen buah dikawasan hutan adat ini,”kata Nadu.
“Hasil panen buah tengkawang dikawasan ini dijual ke Bengkayang dan sebagian dijual ke negara tetang Malaysia,karena membeli dengan harga lebih mahal,”kata Nadu.
Warga Desa Sahan selain memanen buah tengkawan dikawasan hutan adat,mereka juga menananam ditanah mereka masing-masing.
Hasil panen buah tengkawang ada yang dijual langsung buahnya dan ada yang dibuatn mentega,buahnya sekilo sekitar Rp.3.000,-Rp.4.000,- dijual ke Kota Bengkayang,atau dijual ke Malaysia,karena wilayah hutan adat Pangajid berdekatan dengan Malaysia.
Banyak juga buah Tengkawang yang diproduksi langsung oleh menjadi mentega dan minyak,yag dikelola secara sangat tradisional,hanya dengan modal drum,pengapit kayu belian mereka memproduksi mentega dari buah Tengkawang,hasil produknya dikonsumsi sendiri,sebagian dijual keluar negeri melalui Malaysia.
Syamsuri anggota Pelestarian Hutan Andalan yang sedang melakukan peninjauan dikawasan hutan pengajid mengatakan,kawasan hutan ini cukup unik bisa menghasilkan buah tengkawang setiap tahun berbeda dikawasan hutan lainya empat sampai lima tahun baru bisa panen.
“Buah tengkawan yang bisa menghasilkan mentega hijau,umunya menteganya diekspor ke Swis untuk dijadikan bahan dasar coklat yang paling mahal di Erofa sana tapi yang melakukanya adalah negara Malaysia, sangat sayang apabila kita tidak memamfaatkanya dengan baik,”jelas Syamsuri.
..................................
Hampir setiap bulan para ilmuwan melakukan penelitian dikawasan ini,dari mulai Universitas di Jawa terutama dari Jokya dan dan Bogor, termasuk mahasiswa kehutanan Universitas Tanjungpura melakukan penelitian didaerah ini.
“Kawasan ini bukan kawasan hutan adat yang milik masyarakat adat disekitar,tetapi masayarakat di Indonesia,mereka melakukan penelitian dikawasan ini,bahkan ada yang sampai 2 bulan meraka melakukan penelitian disini,”kata Nadu.
Nadu menceritkan,mereka mengambil berbagai jenis bibit dari kawasan ini seperti bibit tengkawang,terindak,meranti dan berbagai jeni bibit lainya,yang akan ditanama didaerah lain.
“Perhatian pemerintah saat ini tidak ada,mereka hanya mengelurkan SK Kawasan hutan adat saja,selain itu mereka tidak ada memberi bantuan apa-apa,”kata Nadu.(D.Men)
Copyright © LPSAIR 2014 - Borneoclimatechange